Flash Fiction : Wajahmu

.

Pematung itu diam terpaku di depan patungnya.

“Kok bibirnya seperti itu, Den?” ucap si mbok sambil meletakkan kopi di samping peralatan pematung itu.

“Ada yang salah dengan bentuk bibirnya ya, Mbok?”

“Iya, Den. Kalau bentuknya begitu, seperti mencibir, Den.”

“Kalau seperti ini, Mbok?”

“Kok menyeringai? Ngga tulus ya senyumnya?”

“Hmm. Gitu ya, Mbok?”

“Lha, bibirnya jangan dibuka begitu, Den. Terlalu banyak cakap, Den.”

“Ya terus gimana dong, Mbok?”

“Nah, mungkin itu lebih menarik, Den.”

“Hmm…”

Pematung itu kembali diam terpaku di depan patungnya yang sejak tadi masih polos.

.

—————————————–

Terinspirasi dari komentar Om Dwiki Setiyawan di album fotonya di FB “Namanya saja pemotret, maka musti rela bila sedikit kepotret.” Terima kasih, Om.

Ditayangkan pula di Kompasiana

Flash Fiction : Nduk…

.

“Nduk, bapak cuma bisa ngasih bintang, cuma bisa ngasih angin, cuma bisa ngasih daun-daun. Bapak ngga bisa ngasih apa-apa. Ndak apa-apa, ya, nduk. Bapak kangen ama kamu, Nduk. Nanti kita main lagi, ya. Bapak pulang dulu. Besok ke sini lagi.”

Lelaki itu meninggalkan bekas telapak ke nisan. Kehangatan terus berbekas walau dingin menjalar.

.


Ditayangkan pula di Kompasiana

.